Akhirnya Cinta Bisa Bersemi Kembali

CASINO69

Wafatnya Papa menyusul Mama yang telah mati setahun sebelumnya, membuatku jadi sebatangkara pada Bangkok ini.

Meski aku sangat duka, akan tetapi aku berusaha buat bersikap tenang. sebab aku ini seorang lelaki, yang pantang mengobral air mata dalam keadaan bagaimana pun.

serta yg sangat mengejutkan merupakan liputan Mr. Liauw, notaris kepercayaan Papa. Mr. Liauw lahir serta besar di Indonesia. sebab itu beliau fasih berbahasa Indonesia ketika memberikan surat wasiat dari Papa almarhum.

Donny anakku tersayang.

Surat wasiat ini sengaja papa titipkan di Mr. Liauw, buat diserahkan padamu papa sudah meninggalkan dunia ini.


terdapat 2 (2) perkara penting yang harus engkau ketahui, anakku.

  1. Bahwa engkau sebenarnya bukan anak papa serta mama. Kami mengadopsimu pada waktu umurmu baru 6 (enam) bulan berasal Indonesia, saat kami sedang berada pada Indonesia.

Papa dan mama memang asli orang Indonesia. Itulah sebabnya dalam keseharian kami membiasakan berbicara bahasa Indonesia, agar tak lupa kepada tanah air kita.

di Indonesia, papa punya sahabat karib bernama Rosadi. Alamat lengkapnya terdapat di Mr. Liauw. Jadi nanti, selesainya papa tiada, engkau boleh mendatangi kedua orang tua kandungmu, kalau mereka masih hayati.

kamu boleh menetap pada Indonesia atau pun di Bangkok. Itu semua terserah padamu. sebab kamu telah mulai dewasa, sebagai akibatnya tentu saja engkau mampu menentukan sendiri mana yang terbaik bagi dirimu serta masa depanmu.

dua. Meski pun engkau bukan anak kandung papa dan mama, kami mengasihi dirimu seperti anak kandung kami sendiri. Tentu engkau pun mampu merasakannya selama ini, betapa besarnya rasa afeksi kami kepadamu, Nak.

menjadi pertanda sayangnya papa padamu, segala mal milik papa, akan sebagai milikmu. Termasuk perusahaan papa pada Bangkok serta pada Singapore, jua simpanan papa di bank, semuanya papa wariskan padamu, anakku.

Mintalah bantuan Mr. Liauw untuk mengurus semuanya nanti.

Semoga kamu jadi orang sukses, ya anakku.


semua itu membuatku gundah sendiri. Soalnya semenjak masih bayi saya dirawat oleh Papa serta Mama yg begitu sayangnya padaku. kemudian seperti apa orang tua kandungku di Indonesia? Orang tua yg belum pernah kuingat wajahnya itu?

sesuai surat wasiat dari Papa almarhum (yg ternyata ayah angkatku), saya pun terbang ke Indonesia yang sejak ingat belum pernah kuinjak itu.

Setibanya di Jakarta, kusewa taksi buat mengantarkanku ke alamat yg diberikan oleh Mr. Liauw, pada sebuah kota di Jawa Barat.

Ternyata tidak sulit menemukan alamat tempat tinggal orang tua kandungku itu. Tanpa bertanya kepada siapa – siapa, sopir taksi berhasil mencapai alamat tempat tinggal yang diberikan oleh Mr. Liauw itu. Sebuah rumah sederhana, tapi letaknya di pinggir jalan akbar.

menggunakan jantung berdebar – debar aku turun asal taksi, kemudian melangkah ke pintu depan rumah itu. ad interim sopir taksi kusuruh menunggu dulu, siapa memahami aku keliru alamat atau orang tuaku telah pindah ke rumah lain.

sehabis saya mengetuk pintu depan rumah itu, seorang perempuan 40 tahunan membuka pintu itu. spontan aku bertanya kepada perempuan yg belum kukenal itu. “Apakah ini tempat tinggal Pak Rosadi?”

CASINO69

“benar , “wanita 1/2 baya yang masih tampak indah itu mengangguk, “Adek siapa ya?”

Baca carita Lainnya di CASINO69

“saya Donny yg diadopsi oleh Pak Margono berasal Bangkok. akan tetapi dari surat wasiat almarhum Pak Margono, aku ini anak kandung Bapak serta bunda Rosadi, yang alamatnya kudapatkan dari notaris pada Bangkok,” sahutku menggunakan hati bertanya – tanya, siapa perempuan cantik ini?

datang – datang perempuan itu memelukku sembari memekik, “Ya Tuhaaaaan! Ini Donny? aku ini ibumu, Dooon… !”

Itil V3
perempuan yg mengaku sebagai ibuku itu menangis terisak – isak sambil memelukku pada ambang pintu depan, kemudian membawaku masuk ke pada tempat tinggal sederhana itu.

Sebelum masuk ke pada tempat tinggal itu, aku masih sempat menggapaikan tanganku di sopir taksi yg menunggu di mobilnya. Sopir itu pun bergegas menghampiriku.

“Tolong angkut semua barangku yang di bagasi serta di jok belakang Pak,” ucapku.

“Siap Boss,” sahut sopir taksi yg kemudian balik lagi ke mobilnya buat mengerjakan perintahku.

sementara saya diajak duduk berdampingan dengan wanita yg mengaku sebagai mak kandungku itu. dengan perilaku canggung saya bertanya, “aku wajib manggil apa sama ibu?”

“Saudara -saudaramu memanggil mak seluruh. Jadi engkau juga manggil ibu aja.”

“Iya bunda. Eh… ayah dan saudara – saudaraku semua di ke mana? Kok tempat tinggal ini terasa sepi sekali?”

“Ayah sudah tewas enam bulan yg kemudian. Kakakmu ada tiga termasuk saudara kembarmu. yang paling gede bernama Siska, yg angka dua bernama Nenden serta saudara kembarmu bernama Donna.”

“Haaa?! aku punya saudara kembar?”
“Iya. Saudara kembarmu itu Donna namanya.”

Sopir taksi meletakkan barang – barangku pada ruang depan. sesudah menerima bayaran dariku, beliau pun berlalu.

“Terus pada ke mana saudara – saudaraku kini ?” tanyaku.

“Siska dan Nenden telah pada punya suami. Jadi mereka tinggal di rumahnya masing – masing. kalau Donna sedang bekerja,” sahut bunda.

“Donna bekerja menjadi apa?”

“Cuma jadi pelayan toko pakaian.”

“akbar gajinya Bun?” tanyaku. Entah kenapa aku tiba-tiba saja merasa perlu memikirkan nasib saudara kembarku yang aku belum tahu mirip apa bentuknya itu.

“Ah… namanya juga pelayan. Gajinya hanya sesuai dengan UMR saja. Ohya… bagaimana kabar Bapak dan bunda Margono? Sehat – sehat aja?”

“dua – duanya sudah mangkat . Mama meninggal setahun yg lalu, Papa mangkat belum usang ini. saya pula bisa ke sini sehabis masa berkabung telah lewat.”

“Innalillahi… gak nyangka mereka bakal pendek umur ya. akan tetapi mereka menyayangimu kan?”

“Sangat menyayangiku mak . Bahkan seluruh harta peninggalan Papa, seratus persen diwariskan padaku.”

“Syukurlah. jikalau begitu kamu harus pandai – pandai mengatur harta warisan itu. Jangan dihambur – hamburkan gak keruan.”

“saya takkan Mengganggu harta warisan itu. Bahkan ingin menyebarkan perusahaan peninggalan Papa itu. Ohya, bagaimana ceritanya sehingga aku mampu jadi anak angkat mendiang Papa dan Mama?”

“Pak Margono itu sahabat karib ayahmu Don. tapi beliau termasuk paling sukses di antara ayahmu dan sahabat – sahabat lainnya. sejak masih muda sekali Pak Margono sudah tinggal pada Bangkok. Kabarnya beliau punya perusahaan di Thailand. Nah… pada waktu bunda baru melahirkanmu serta Donna, kebetulan Pak Margono serta istrinya sedang berlibur pada kota ini.

“Terus?”

“mak minta supaya menunggu dulu sampai engkau berusia enam bulan, agar safety dibawa naik pesawat terbang. Ya begitulah… selesainya engkau genap berumur enam bulan, Pak Margono serta istrinya tiba lagi. buat membawamu ke Bangkok.”

“akan tetapi Ayah atau mak sama sekali tidak pernah menengokku ke Bangkok. Apakah bunda sudah melupakanku sebagai anak kandung ibu?”

“Bukan begitu Don. Ayah dan mak hanya ingin menjaga perasaan Pak Margono serta istrinya. Lagian mereka berjanji buat menyayangimu mirip anak kandung mereka sendiri. akan tetapi ibu konfiden, pada suatu waktu kamu akan mengetahui misteri sirsilahmu. dan akan berjumpa lagi dengan mak . Terbukti kini engkau datang juga kan?

bunda kemudian memelukku erat – erat. Mencium pipi kanan dan pipi kiriku, seperti umumnya seorang bunda kepada anaknya.

akan tetapi entah kenapa, perasaanku masih mengambang. Mungkin juga batinku masih kaget, karena tiba – datang saja aku berhadapan menggunakan perempuan yang indah itu menjadi bunda kandungku. Perasaanku yang masih floating inilah yg menyebabkanku masih jengah ketika mak mencium pipi kanan serta pipi kiriku.

Walau pun begitu, aku tidak mau bersikap canggung. lalu kubongkar isi kotak besar berisi sang – sang itu. “Ini sang – oleh dari Bangkok buat ibu serta saudara – saudaraku seluruh. Nanti bunda aja yang mengatur untuk siapa – siapanya.”

“Waaaah… ini barang – barang mahal semua Don. Saudara – saudaramu absolut pada suka melihat serta memiliki hiasan dinding yg beraneka ragam ini. di umumnya berbentuk gajah ya?”

“Iya. Kan lambang kerajaan Thailand itu gajah putih Bun.”

tiba – datang terdengar bunyi cewek pada ambang pintu depan, “ada tamu berasal mana bunda?”

“Donna! Lihat ini siapa?” sahut mak sembari menggandeng pinggangku.
“Siapa Bun?” tanya cewek berparas indah serta berperawakan tinggi langsing itu sembari memandangku.

“Nah… selama ini mak merahasiakan hal ini. Sebenarnya kamu punya saudara kembar bernama Donny ini, Sayang.”

“Haaa?! Saudara kembar? berfokus Bun?” cewek yg ucapnya saudara kembarku itu menatapku menggunakan sorot heran.

“Sangat serius,” sahut bunda, “kalau Siska dan Nenden sudah tau rahasia ini. akan tetapi engkau baru sekarang bunda kasihtau, Donna. ayo peluk saudara kembarmu ini.”

Donna menghampiriku dengan sikap canggung. kemudian memeluk pinggangku. ad interim aku pun memegang sepasang bahunya, untuk mencium pipi kanan dan pipi kirinya. pula menggunakan sikap canggung.

kemudian mak menjelaskan riwayatku yang semenjak kecil diadopsi oleh teman ayahku yaitu lelaki yang kupanggil Papa dan istrinya yg tadinya kukira bunda kandungku itu. bunda jua bercerita bahwa keadaan Pak Margono tidak seperti ayah kami. Pak Margono itu seseorang pengusaha kaya raya serta berdomisili pada Bangkok.

Donna mendengarkan penuturan bunda menggunakan sikap serius.

setelah ibu terselesaikan menuturkan riwayatku, Donna menggenggam tanganku sembari ketawa – ketiwi, “Hihihihhiiiii… asyiiiik… ternyata saya punya saudara kembar yg tampan dan imut – imut ini…! Berarti kapan – kapan saya bisa diajak ke Bangkok dong, “Donna mengguncang – guncang tanganku.

saya cuma mengangguk sambil tersenyum. kemudian kutepuk bahu Donna sambil mengatakan, “sekarang pilih dulu tuh sang – sang berasal Bangkok. Mana yg engkau senang, ambillah. akan tetapi sisakan buat Kak Siska serta Kak Nenden.”

“Haaa?! ada sang – sang berasal Bangkok? Hihihihiii… !” Dona melompat ke arah kotak besar berisi oleh – sang berasal Bangkok itu.

“oleh – olehnya gak terdapat parfum?” tanya mak .

“terdapat ibu,” sahutku, “Itu yang dikotak mungil terdapat beberapa botol parfum dari Eropa,” sahutku sambil mengarah ke kotak mungil yg diletakkan pada atas meja mungil dekat kotak akbar itu. Kotak berisi 10 botol parfum yg beraneka merk, akan tetapi semuanya buatan Eropa.

Donna mengambil patung gajah yang terbuat asal perak, merogoh kalung emas menggunakan liontin berbentuk gajah pula dan sebotol parfum.

“Cuma itu? Kan masih poly yg lain,” kataku sembari menghampiri Donna yang baru merogoh sebotol parfum pilihannya.

“Nanti aja setelah saudara – saudara punya pilihan masing – masing, aku sih sisanya aja. yg krusial nanti traktir aku nonton bioskop ya.”

“Boleh. aku memang ingin mengenal jalan – jalan pada kota ini. Soalnya semenjak bayi sampai sekarang, saya baru kini menginjak kota ini. tapi aku harus mandi dulu. Keringat Bangkok masih menempel pada badanku.”

“Emangnya Bangkok itu panas udaranya?”
“Sangat. Jauh lebih panas berasal kota ini.”
“Ya udah… engkau mandi duluan gih. sesudah engkau mandi, saya giliran berikutnya.”
“Giliran? Kamar mandinya cuma satu?” tanyaku setengah berbisik.
“Iya, “Donna mengangguk, “mudah – mudahan Boss dari Bangkok mau merenovasi rumah yg telah sangat ketinggalan zaman ini.

kemudian saya menghampiri bunda. “Bun… kamarku pada mana nih?” tanyaku.

bunda menyahut, “Kamar tidur pada rumah ini hanya terdapat dua. engkau pilih aja sendiri, mau tidur sama mak apa sama Donna?”

“di kamar mak aja ya. saya kan semenjak kecil sampai dewasa belum pernah mencicipi tidur pada pelukan bunda kandungku.”

“Iya. Bawalah kopermu ke kamar mak , yang itu tuh kamarnya,” sahut bunda sembari mengarah ke pintu kamar yang tertutup.

selesainya berada pada pada kamar bunda, saya mengernyitkan keningku. karena kulihat ada lemari kaca yang isinya botol – botol minuman keras yg isinya sudah kosong seluruh.

Apakah mak sengaja mengumpulkan botol – botol itu buat koleksi ataukah mak seseorang peminum? Atau mungkinkah almarhum ayahku yg peminum serta botol – botolnya dikumpulkan oleh bunda menjadi koleksi pribadinya? Entahlah. Mendingan aku mandi dulu, sebab sebentar lagi mau diajak Donna nonton bioskop.

Ternyata kamar mandi pun hanya satu – satunya, terletak pada bagian paling belakang tempat tinggal ini. Kamar mandi yang sangat ketinggalan zaman. dengan bak mandi serta gayung plastik. Mungkin di zaman kolonial Belanda kamar mandi mirip ini sudah termasuk “maju”. tapi buat abad milenial ini… aaaah… kasian mak serta saudara kembarku.

kemudian diam – membisu ada tekad pada pada hatiku, untuk merenovasi rumah ini sampai benar – sahih layak serta tidak ketinggalan zaman.

kemudian saya mandi sebersih mungkin.

ketika aku keluar asal kamar mandi, ternyata Donna telah menungguku di luar.

saat berpapasan denganku, Donna berkata, “senang saya punya saudara kembar tampan gini, “diasusul dengan kecupannya pada pipiku.

“aku pula suka punya saudara kembar bagus gini,” sahutku sambil balas mengecup pipinya jua.

lalu Donna masuk ke pada kamar mandi, ad interim aku kembali ke kamar bunda.

ketika saya sedang berdandan, terdengar suara bunda di ambang pintu, “Mau nonton bioskop sama Donna?”

“Iya,” sahutku, “ibu mau ikut?”
“Nggak ah. ibu sih relatif dengan nonton tivi aja hiburannya.”
“Ohya Bun… bagaimana kalau rumah ini direnovasi?”
“engkau mau nyediain biayanya?”
“Iya. Soal biayanya izin aku sendiri yg menanggungnya.”
“kalau ada duitnya sih mendingan beli tanah kosong pada sebelah itu. Kebetulan pemiliknya tewas, kemudian mau dijual murah oleh anaknya.”

“emang sih mendingan bangun tempat tinggal baru. pada sini harga tanah murah Bun?”
“Ya nggak semahal di sentra kota lah. pada sini kan telah dekat ke batas kota.”
“mak sudah tau harga serta luas tanah pada sebelah itu?”
“lumayan luas. Limaribu meter. 1/2 hektar lah. Soal harganya besok ibu mau tanyain ke orangnya.”

“Iya,” sahutku singkat, sebab mendengar langkah Donna mendekati pintu kamar bunda ini.
“Donny… udah siap?” tanya Donna di ambang pintu.

“Udah,” sahutku, lalu menghampiri mak , “aku mau pulang dulu Bun,” kataku yang kemudian mencium tangan ibu disusul menggunakan cipika – cipiki menggunakan beliau. seperti yang biasa kulakukan pada Mama almarhumah pada Bangkok dahulu.

“Pulangnya beliin oleh – sang ya,” istilah ibu di ambang pintu depan.
“Mau dibeliin apa?” tanya Donna.
“Apa aja. Pizza boleh, martabak cantik juga boleh,” sahut bunda.

lalu aku dan Donna melangkah ke pinggir jalan. Kebetulan terdapat taksi mau lewat, dicegat oleh Donna. Kami pun masuk ke pada taksi itu. Duduk berdampingan pada seat belakang.

Donna menyebut tujuan kami pada sopir taksi. Maka taksi itu pun mulai meluncur di kegelapan malam.

“Bagaimana perasaanmu selesainya berjumpa menggunakan bunda dan aku ?” tanya Donna sembari menyandarkan kepalanya di bahuku dan memegang tangan kiriku yg tersimpan di atas lutut.

“aku masih canggung, sebab tidak menyangka jikalau bunda kandungku itu ibu. Tadinya kukira diriku ini anak tunggal Bapak serta bunda Margono di Bangkok,” sahutku.

“saya jua kaget, karena baru tau tersebut, bahwa saya punya saudara kembar, cowok jua.”
“Iya Donna. Semoga kita mampu rukun hingga tua ya.”
“Iya. Umurku serta umurmu berarti sama – sama duapuluh tahun ya?”
“Iya… hehehee… namanya jua anak kembar, absolut dilahirkan pada hari, lepas, bulan dan tahun yang sama.”

“Terus… kamu sudah bisa adaptasi menggunakan suasana baru ini? Bahwa bunda itu mak kandungmu dan aku ini saudara kembarmu?”

“Masih agak sulit adaptasinya. waktu cium pipi Mama tadi aja terasa rikuh. Seolah – olah bukan mencium pipi bunda kandungku sendiri.”

Donna menanggapi menggunakan bisikan, “Sama aku jua… ketika cium pipi kamu di depan pintu kamar mandi, cita rasanya mirip nyium pipi pacar… hihihi…”

“Ogitu ya?”

“engkau pernah dengar cerita ihwal anak kembar yg berbeda jenis kelaminnya, lalu dipisahkan saat mungil serta dijodohkan sehabis mereka dewasa?”

“Ohya?”

“Iya. Pokoknya tradisi itu pernah ada di salah satu wilayah di negara kita. Mereka menganggap kalau anak kembar itu berbeda jenis kelaminnya, berarti jodoh mereka telah dibawa dari perut ibunya. karena itu pada saat masih kecil mereka dipisahkan, sehabis dewasa dinikahkan.”

“Oh, begitu ya? aku malah baru dengar jikalau di negara kita pernah ada tradisi mirip itu.”

tiba – tiba Donna membisiki telingaku, “jika kita dijodohkan, engkau mau?”

saya menatap paras saudara kembarku di keremangan malam. tapi sebelum sempat kujawab, taksi telah berhenti di parkiran sebuah mall yg terdapat gedung bioskopnya.

saya yg baru menginjak kota ini masih kebingungan. sebab itu kuberikan uang secukupnya kepada Donna buat membeli tiket bioskop. sumber

tidak usang kemudian, Donna pulang lagi menggunakan paras masam. “Kehabisan tiket. Cuma bisa yg midnight. Gak apa – apa?”

“Berarti masih lama dong menunggunya.”
“sekarang baru jam delapan. Berarti 3 jam setengah lagi baru bisa nonton,” sahut Donna.
“Ya udah, beli aja tiketnya. sembari menunggu, kita kan mampu ngobrol pada café atau resto.”

Donna pulang lagi ke loket penjualan tiket. Beberapa saat lalu dia telah menghampiriku lagi.

“Dapet?”
“Dapet tapi maksa dulu. karena seharusnya buat yang midnight dijual sejam sebelum film diputar.”

kemudian kami menuju sebuah resto pada dalam kompleks mall itu, yg istilah Donna enak – enak masakannya.

di pada resto itu kami menentukan bagian sudut yg terlihat sepi, agar bisa ngobrol leluasa. Walau pun begitu, kami bicara perlahan – lahan, supaya tak terdengar oleh orang lain.

aku serta Donna duduk berdampingan. Donna duduk pada samping kiriku, sehingga dia mampu memegang tangan kiriku sambil mengatakan perlahan, “tadi pertanyaan di dalam kendaraan beroda empat belum engkau jawab.”

“Pertanyaan wacana apa?” tanyaku pura – pura lupa. Padahal aku sedang memikirkan jawabannya.
“bila kita dijodohkan, kamu mau?”
“Kenapa tidak? engkau bagus dan seksi, Donna.”

Donna menghela nafas. lalu membisiki telingaku, “Sayangnya aku tidak perawan lagi Donny.”

“Baguslah. Jadi kita bisa mililiter tanpa harus memikirkan perkawinan aneh itu.”
“Gila… !” Donna menepuk punggung tangan kiriku.

“Soalnya bila ketahuan oleh penghulu bahwa kita ini saudara kembar, belum tentu penghulu mau menikahkan kita.”

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*